Serba-serbi

Kementerian Kominfo Sosialiasikan Frekuensi Digital

Dirjen Kominfo Budi Setiawan bersama Kepala Dinas Kominfo Kota Malang Tri Widyani saat memberi keterangan pers

Masih bayaknya frekuensi penyiaran ilegal yang ada di Indonesia, membuat Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) tak lelah melakukan sosialisasi. Di antaranya dengan menggelar Workshop Manajemen Sumberdaya Perangkat Pos dan Informatika di Hotel Montana I Malang, Jumat (8/7).

Dirjen Kominfo Budi Setiawan bersama Kepala Dinas Kominfo Kota Malang Tri Widyani saat memberi keterangan pers

Dirjen Kominfo Budi Setiawan bersama Kepala Dinas Kominfo Kota Malang Tri Widyani saat memberi keterangan pers

Memastikan informasi tentang regulasi frekuensi dan penyiaran terbaru di Indonesia dapat terserap masyarakat dengan baik. Dalam workshop Kemkominfo ini menghadirkan berbagai pakar, mulai dari Dirjen Pos dan Telekomunikasi Kemkominfo Budi Setiawan, Kasie Pelayanan Dinas dan Maritim Nengah Swardika yang membahas masalah proses sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi.

Budi mengungkapkan sengaja mengadakan kegiatan workshop tentang frekuensi di Malang karena kegiatan seperti ini sangat penting. Sebab frekuensi adalah sumberdaya milik bangsa, merupakan sebuah sumberdaya yang terbatas pemakaiannya, harus melalui lisensi negara, dan harus membayar.

“Melalui pengaturan frekuensi kami berharap kalau saat ini masih belum bisa menyatukan Indonesia dengan jalan dan jembatan. Indonesia bisa disatukan melalui frekuensi yang saat ini sedang dibangun fiber optic penyambungannya,” jelas Budi, Jumat (8/7).

Dengan kebijakan ini, kalau selama ini masih menggunakan frekuensi analog. Dalam tahun 2011 ini ditargetkan sudah menggunakan frekuensi digital, sehingga ke depan, radio maupun TV di Indonesia akan menggunakan frekuensi digital semua yang hasilnya lebih jernih tanpa berisik.

“Saat ini yang sudah menggunakan sistem frekuensi digital masih TVRI dan RRI saja yang sudah dicoba, ke depannya semuanya,” ujar Budi.

Praktisi penyiaran dari Radio Senaputra, Tewe mengaku setuju saja kalau ke depan frekuensi analog dipindahkan semua ke frekuensi digital karena hasilnya memang lebih bagus sekelas DVD. Namun masalahnya apakah sudah tersedia infrastukturnya. Sebab saat berubah menjadi sistem digital, masyarakat yang saat ini TV dan radionya masih mengunakan sistem analog jelas tidak akan bisa menangkap siaran.

“Kalaupun saat ini RRI dan TVRI sudah siap, apakah yang swasta sudah siap. Kalau swasta belum siap bagaimana solusinya?” tanya Tewe.

Kabid Aplikasi Telematika Dinas Kominfo Kota Malang, Atfiah El Zam Zam menambahkan saat ini di Kota Malang sendiri masih banyak frekuensi yang masih belum berizin. Bukan hanya milik swasta seperti milik Perumahan Tidar dan Perumahan Permata Jingga yang belum berizin. Frekuensi milik pemerintah seperti Dinas Perhubungan, Satpol PP, Humas Protokol Pemkot Malang, hingga kini belum mengantongi izin.

“Saya sudah ngomong sejak tahun 2006 lalu, agar frekuensi milik Satpol PP, Dishub, Humas Pemkot Malang diurus izinnya. Sampai saat ini masih tidak juga dilakukan hingga Sekretaris Daerah sudah berganti tiga kali,” tutur Zam Zam.

Padahal jika mau mengurus, caranya cukup mudah, tidak harus mengurus ke Jakarta. Cukup membuka www.postel.go.id, tinggal mengisi form pendaftaran, setelah itu izin akan keluar. Izinnya juga sangat murah, untuk HT* (Handheld Transceiver_red) hanya dikenai Rp 75.000/tahun dan Rig* Rp 300.000,-/tahun. (cah/tm-Bip)

===============

Istilah

*Handheld Transceiver (HT) merupakan jenis radio komunikasi yang harganya paling terjangkau. Dengan bentuk yang kecil dan ringan, radio ini dapat dibawa-bawa kemana-mana dengan mudah. (wikipedia)

*Rig merupakan sebutan bagi radio yang tidak dapat dibawa-bawa, namun dapat ditempatkan di suatu ruangan atau di mobil. (wikipedia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.